KKI, Menjaga Disiplin dan Kompetensi

 

Oleh: Hisnindarsyah

Beberapa bulan terakhir ini publik dihebohkan oleh berbagai kasus pelecehan seksual. Seperti kasus RSHS Bandung, Garut, Malang, dan ada pula oknum dokter PPDS-UI yang merekam mahasiswa di kamar mandi. Bermunculannya kasus tersebut mempengaruhi kepercayaan publik dan mutu pelayanan pun dipertanyakan. Apalagi berita tentang kasus ini diungkap terus menerus oleh media, sehingga memframing seolah Nakes Named terdeskripsi negativisme.

Ada hal yang perlu dipahami bahwa pelanggaran disiplin profesi berbeda dengan pelanggaran etik. Pelanggaran disiplin berfokus pada tindakan Tenaga Medis (Named) & Tenaga Kesehatan (Nakes) yang tidak sesuai dengan standar profesi dan dapat membahayakan pasien atau menurunkan mutu pelayanan. Sedangkan pelanggaran etika profesi terkait dengan sumpah profesi dan kode etik profesi. Di sinilah kehadiran Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) sebagai garda terdepan penjaga mutu dan profesionalisme tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Lantas, bagaimana mekanisme penegakan hukum terhadap pelanggaran disiplin profesi?

*Landasan Hukum dan Mekanisme Penegakan*
Awal mulanya KKI adalah singkatan dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. UU ini kemudian digantikan oleh UU No. 17 tahun 2023 dan namanya pun berganti menjadi Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang didalamnya terdapat Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.

Di dalam PP no. 28 tahun 2024 dijelaskan tentang pengaturan tugas dan wewenang Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), Kolegium Kesehatan, dan Majelis Disiplin Profesi (MDP). Peran dan fungsi KKI pada pasal 695 di PP 28/2024 adalah merumuskan kebijakan internal dan standardisasi pelaksanaan tugas Konsil Kesehatan Indonesia, menerbitkan STR, pembinaan, pengawasan, monitoring, dan evaluasi keprofesian Named & Nakes.

Kolegium adalah alat kelengkapan Konsil. Kolegium Kesehatan berperan dalam mengembangkan standar profesi kedokteran dan memberikan rekomendasi kepada KKI tentang standar pendidikan kedokteran dan registrasi dokter. Proses penerbitan STR adalah bentuk kolaborasi antara KKI dan Kolegium Kesehatan. Pasal 260 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap Nakes dan Named yang menjalankan praktik harus memiliki. Pasal 260 ayat (2) menerangkan syarat pengajuan STR, yaitu ijazah pendidikan kesehatan, sertifikat profesi, dan sertifikat kompetensi. Setelah memenuhi semua persyaratan, STR diterbitkan oleh Konsil atas nama Menkes dan berlaku seumur hidup.

Berikutnya Majelis Disiplin Profesi (MDP), MDP berperan dalam mendukung tugas KKI dalam penegakan disiplin profesi Named Nakes. MDP berwenang dalam menangani kasus-kasus pelanggaran disiplin profesi, memproses aduan, mengeluarkan hasil putusan yang kemudian menjadi rekomendasi KKI dalam menonaktifkan atau mencabut STR. Pada pasal 261 dijelaskan bahwa STR menjadi tidak berlaku apabila yang bersangkutan meninggal dunia, dinonaktifkan atau dicabut oleh Konsil atas nama Menteri Kesehatan, atau dicabut berdasarkan putusan pengadilan.

Lalu bagaimana dengan mekanisme penegakan disiplin? Skema ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahap pendidikan. Dalam lingkup akademik, mahasiswa kedokteran dituntut tidak hanya menguasai ilmu dan keterampilan medis (_Skill dan Knowledge_), tetapi juga menunjukkan integritas dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai etik profesi (_attitude_). Pelanggaran berat dapat diberikan sanksi tidak diluluskannya uji kompetensi, meskipun secara akademis memiliki nilai yang sangat memadai.

Apabila selama menjalankan praktiknya, dokter melakukan pelanggaran seperti pelecehan seksual, maka pasien dan keluarganya bisa mengajukan aduan sebagaimana yang diatur dalam pasal 305. Kemudian selanjutnya aduan tersebut akan diproses oleh Majelis Disiplin Profesi.
MDP melakukan pemeriksaan, memanggil pihak terkait, dan memberikan putusan yang bersifat final dan mengikat.

Pasal 306 mengatur tentang pemberian sanksi disiplin bertingkat yang dapat diberikan pada pelaku yang terbukti melanggar. Sanksi disiplin dari Majelis berupa peringatan tertulis, kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di penyelenggara pendidikan di bidang Kesehatan atau Rumah Sakit Pendidikan terdekat yang memiliki kompetensi melakukan pelatihan tersebut, penonaktifan STR untuk sementara waktu, dan/atau rekomendasi pencabutan SIP.

Keputusan hasil pemeriksaan pelanggaran ini bersifat mengikat bagi yang bersangkutan. Hasil keputusan sidang Majelis juga dapat dijadikan rekomendasi penyelidikan lanjutan oleh penegak hukum untuk kasus pidana atau perdata seperti yang tertuang dalam Pasal 308.

*KKI Menjamin Kepercayaan publik*
Kasus-kasus pelanggaran oleh oknum dokter harus menjadi momentum untuk memperkuat sistem penegakan disiplin profesi. Hal ini bukan sekadar izin administratif, melainkan mekanisme penting untuk melindungi masyarakat dari praktik yang menyimpang.

KKI, melalui mekanisme yang jelas dan akuntabel, memegang peran vital dalam menjaga kualitas layanan kesehatan. Sistem hukum harus bekerja bukan hanya untuk menghukum, tetapi juga memulihkan kepercayaan publik.

Disiplin yang ditegakkan bukan hanya untuk menjaga reputasi, tapi juga untuk melindungi hak paling mendasar pasien, yaitu mendapatkan layanan kesehatan yang aman dan bermutu.

*(Ketua Kolegium Kedokteran Kelautan/Anggota Kolegium Kesehatan Indonesia)*

Related posts